I Want You vs I Need You
Sahabat saya. Seorang laki-laki yang aktif berorganisasi. Aktivis Islam. Karakternya yang 'cuek' bisa sedikit menggambarkan bahwa dia alumni 'anak nongkrong'. Pokoke 'metal' abizz. K'lo bukan gara-gara dia tersesat di Musholla kami, mungkin sekarang dia sudah menjadi bandar narkoba atau malah mendekam di terali besi.
"K'lo nanti gw mau nikah, gw mau istri gw tuh yang orangnya rame, seru, mau diajak naik-trun gunung, gw juga seneng sama yang rada-rada tomboy" curhat dia di suatu hari.
"Oh gitu, bukannya banyak yang kayak gitu, Si........." berlanjutlah obrolan kami lebih jauh tentang tipe calon istri idamannya.
Suatu hari dia memutuskan untuk menikah dan minta dicarikan istri. Datanglah seorang teman kami yang menawarkan seorang teman perempuannya yang siap menikah.
"Dia anak IAIN, Semester Akhir, Sholehah n manis kok..." teman kami mencoba mendeskripsikan dan mengkampanyekan tentunya.
Akhirnya setelah saling tukar biodata, berlanjut ke perkenalan alias ta'aruf. Dan Singkat cerita mereka pun menikah.
Dan setelah beberapa bulan, baru saya dapati bahwa karakter istrinya sangat bertolak belakang dengan semua format istri idealnya yang dulu pernah diidam-idamkannya. Jauh. Sangat Jauh. Istrinya adalah seorang yang pendiam, meski gak pasif. Istrinya seorang yang sabar. Sangat sabar malah. Level pengertiannya tingkat tinggi. Tidak pernah mengungkapkan kekesalan kepada suaminya langsung tetapi melalui sebuah tulisan-tulisan melankolis yang nantinya hanya disimpan sendiri olehnya.
Melihat teman saya (suaminya), yang memang bergerak di dunia yang sangat dinamis. Penuh dengan interaksi yang tak terduga. Kadang jarang pulang. Dan satu lagi, sisa-sisa masa Jahiliyyahnya suka kambuh yakni temperamental. Emosinya kadang suka meledak tak diduga.
Dan Subhanallah.
Suatu waktu dia merenung dan menyadari bahwa kekurangan dirinya dalam pengendalian emosi masih labil. Dia selalu berusaha untuk bisa lebih cerdas dalam memilah antara tegas dan marah.
Dan siapakah mentornya ?
Tidak lain adalah sang istri.
Dia bersyukur mendapatkan Seorang Istri yang memahami dirinya. Dia tidak membayangkan jika Istrinya adalah juga orang yang sama-sama dinamis. Mungkin tidak akan pernah bisa menjumpai titik temu.
Pernah suatu waktu, Sang Istri bersama anaknya yang berusia 4 tahunan mendatangi Sang Suami yang sedang ada acara di suatu tempat dengan mengendarai sepeda. Padahal jarak dari rumah ke tempat tersebut cukup jauh. Meihat istri dan anaknya yang datang dengan tiba-tiba tanpa memberitahu sebelumnya, terlebih lagi dengan menggunakan sepeda dengan perjalanan yang harus menyeberang jalan raya. Membuat Sang Suami sontak seketika dan marah. "Ngapain sih kamu kesini....." dan ungkapan kemarahan pun panjang terucap dari Sang Suami yang mungkin khawatir dengan anaknya serta kecewa karena tidak ada pemberitahuan tentang kedatangannya.
Sang Istri hanya tertunduk, langsung meminta maaf dan langsung pamit pulang.
Sebelum pulang Sang Istri menyempatkan menulis sebuah surat dan dititipkan kepada teman Sang Suami untuk diberikan kepada Sang Suami.
Dibuka suratnya itu dihadapan saya
(kurang lebih berikut)
Cinta bukan matematika. Jika di matematika (+) ketemu (-) jadi (-) .. tapi cinta membuat semua serba (+) apapun variabelnya.
Saya yakin, sangat banyak kisah serupa yang dialami oleh Sepasang Anak Manusia. Apa yang kita inginkan rupanya belum tentu yang kita butuhkan. Dan yang paling tahu tentang itu adalah Yang Maha Tahu. Allah SWT.
Karena itu melibatkan DIA dalam pengambilan keputusan besar seperti mencari Pendamping Hidup mutlak diperlukan.
'Boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu dan boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagaimu. Dan Allah maha mengetahui.................'. Konsep langit itu sudah terbukti.
Serahkan saja akhirnya kepada Allah setelah kita berikhtiar.
Kita mencari apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan.
"K'lo nanti gw mau nikah, gw mau istri gw tuh yang orangnya rame, seru, mau diajak naik-trun gunung, gw juga seneng sama yang rada-rada tomboy" curhat dia di suatu hari.
"Oh gitu, bukannya banyak yang kayak gitu, Si........." berlanjutlah obrolan kami lebih jauh tentang tipe calon istri idamannya.
Suatu hari dia memutuskan untuk menikah dan minta dicarikan istri. Datanglah seorang teman kami yang menawarkan seorang teman perempuannya yang siap menikah.
"Dia anak IAIN, Semester Akhir, Sholehah n manis kok..." teman kami mencoba mendeskripsikan dan mengkampanyekan tentunya.
Akhirnya setelah saling tukar biodata, berlanjut ke perkenalan alias ta'aruf. Dan Singkat cerita mereka pun menikah.
Dan setelah beberapa bulan, baru saya dapati bahwa karakter istrinya sangat bertolak belakang dengan semua format istri idealnya yang dulu pernah diidam-idamkannya. Jauh. Sangat Jauh. Istrinya adalah seorang yang pendiam, meski gak pasif. Istrinya seorang yang sabar. Sangat sabar malah. Level pengertiannya tingkat tinggi. Tidak pernah mengungkapkan kekesalan kepada suaminya langsung tetapi melalui sebuah tulisan-tulisan melankolis yang nantinya hanya disimpan sendiri olehnya.
Melihat teman saya (suaminya), yang memang bergerak di dunia yang sangat dinamis. Penuh dengan interaksi yang tak terduga. Kadang jarang pulang. Dan satu lagi, sisa-sisa masa Jahiliyyahnya suka kambuh yakni temperamental. Emosinya kadang suka meledak tak diduga.
Dan Subhanallah.
Suatu waktu dia merenung dan menyadari bahwa kekurangan dirinya dalam pengendalian emosi masih labil. Dia selalu berusaha untuk bisa lebih cerdas dalam memilah antara tegas dan marah.
Dan siapakah mentornya ?
Tidak lain adalah sang istri.
Dia bersyukur mendapatkan Seorang Istri yang memahami dirinya. Dia tidak membayangkan jika Istrinya adalah juga orang yang sama-sama dinamis. Mungkin tidak akan pernah bisa menjumpai titik temu.
Pernah suatu waktu, Sang Istri bersama anaknya yang berusia 4 tahunan mendatangi Sang Suami yang sedang ada acara di suatu tempat dengan mengendarai sepeda. Padahal jarak dari rumah ke tempat tersebut cukup jauh. Meihat istri dan anaknya yang datang dengan tiba-tiba tanpa memberitahu sebelumnya, terlebih lagi dengan menggunakan sepeda dengan perjalanan yang harus menyeberang jalan raya. Membuat Sang Suami sontak seketika dan marah. "Ngapain sih kamu kesini....." dan ungkapan kemarahan pun panjang terucap dari Sang Suami yang mungkin khawatir dengan anaknya serta kecewa karena tidak ada pemberitahuan tentang kedatangannya.
Sang Istri hanya tertunduk, langsung meminta maaf dan langsung pamit pulang.
Sebelum pulang Sang Istri menyempatkan menulis sebuah surat dan dititipkan kepada teman Sang Suami untuk diberikan kepada Sang Suami.
Dibuka suratnya itu dihadapan saya
(kurang lebih berikut)
'Abii... Ummi sama Nanda minta maaf kalo kehadiran ummi justru membuat abi marah. Ummi gak bermaksud begitu.
kehadiran umi dan nanda cuman mau mengucapkan Selamat Ulang tahun buat Abi, kita berdua mau ngasih kejutan tadinya. Tapi justru abi marah sama kita.
Umi sama Nanda sayang Abi'
Seketika Si Pemarah menjadi melankolis. Mungkin kalo' gak ada saya dia sudah menangis. Dan tersadar dia atas khilaf yang dilakukannya tadi.kehadiran umi dan nanda cuman mau mengucapkan Selamat Ulang tahun buat Abi, kita berdua mau ngasih kejutan tadinya. Tapi justru abi marah sama kita.
Umi sama Nanda sayang Abi'
Cinta bukan matematika. Jika di matematika (+) ketemu (-) jadi (-) .. tapi cinta membuat semua serba (+) apapun variabelnya.
Saya yakin, sangat banyak kisah serupa yang dialami oleh Sepasang Anak Manusia. Apa yang kita inginkan rupanya belum tentu yang kita butuhkan. Dan yang paling tahu tentang itu adalah Yang Maha Tahu. Allah SWT.
Karena itu melibatkan DIA dalam pengambilan keputusan besar seperti mencari Pendamping Hidup mutlak diperlukan.
'Boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu dan boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagaimu. Dan Allah maha mengetahui.................'. Konsep langit itu sudah terbukti.
Serahkan saja akhirnya kepada Allah setelah kita berikhtiar.
Kita mencari apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan.
"...dan cukuplah kesholehan yang menjadi pesona..Bismillah"
http://layen.multiply.com/journal/item/34
huaaaa pengen nangissss
ReplyDeleteT_T
ReplyDeleteitu berlangsung sampe kapan temperamental ikhwannya bertahan ??
ReplyDeletesedih banget ceritanya.... siapa yang nulis sih sayang...???
ReplyDeletepasti orangnya melankolis romantis humoris gak jelas gitu yaa,,??
:p
waduh yang punya tulisan dateng... tapi kan udah di copy alamat aslinya... iya ga jelas gitu... :p
ReplyDeletewaduh juragannya dateng..hehe iya ga jelas gitu emang penulis aslinya... :p
ReplyDeleteikhwannya temen misua ku des... kayaknya si dah agak berkurang... tapi memang subhanallah istrinya sabar banget
ReplyDeletekayaknya kisahnya pernah baca deh...
ReplyDeletehhmm.. yayaya..
btw,, itu kisah nyata ya??
unik ya cara istrinya menyampaikan perasaan..
iya nyata lind...
ReplyDelete