Kabar Kontras dari Aceh

Kriing…kriiing…

”assalamu’alaikum…”

“wa’alaikumsalam, duh Jo, ane lupa ni, besok ada penutupan panitia SEMUSIM di Kebun Raya Bogor, ane kan SC nya jadi harus kesana..”

“Trus kenapa?”

“Jo temenin ane doong.. ”

“Mm.. gimana ya.. ya udah deh, ane juga gi pengen kabur ni besok, daripada di rumah, pasti diajak natalan…. Jam 6.20 pagi besok  lho… kita naik kereta  biar murah… ”

“Siip…”

“assalamu’alaikum”

Mmh… kapan ya budaya ngaret bisa jadi sesuatu yang tidak dibiasakan, bahkan dalam komunitas yang katanya ‘nyunnah’ banget, masih suka mendzalimi saudara sendiri, janjinya sih jam 9.00 baru pada kumpul jam 10.30, ngga kasian apa sama kita yang udah berangkat dari rumah jam 7 pagi. Tapi ya… klo ukhuwah dah tertanam menghujam dalam hati terdalam (berlebihan) semua yang dialami bersama-sama terasa indah aja, kata  salah satu temen “itulah seninya ukhuwah…”, seni sih seni, tapi yang sopan dong. Mungkin kita masih harus banyak belajar tentang seni ukhuwah sebenarnya.

Akhirnya kita berangkat dari POCIN jam setengah sebelas, akhwatnya ada 13 orang, ikhwannya ada 7 orang. Eits tunggu… waktu acara LFF kemarin, ketika sesi games, orang-orang yang bermain pun, perbandingan ikhwan dan akhwat juga berangka 1:2, saat itu saya bilang ke teman akhwat bahwa sesuatu yang wajar dan relevan jika laki-laki saat ini mempunyai istri lebih dari satu bahkan di Al-Qur’an pun tertulis “… Maka nikahilah perempuan yang kamu senangi: dua,tiga atau empat…” (An-Nisa 4), dimulai dengan angka dua bukan satu, menarik bukan, menarik bagi laki-laki mungkin, tapi untuk perempuan  saat ini dengan berbagai pemikiran cerdas kebablasan dan keimanan yang melemah, bantahan-bantahan pun terlontarkan, ups.. sepertinya sudah keluar dari topik ni, mudah-mudahan di lain waktu saya bisa sedikit berbagi pendapat tentang tema ini, karena saat ini tidak tepat rasanya berbagi sesuatu yang belum saya alami, bahkan belum dihadapkan pada pertimbangan untuk memilih seorang qowam ^_^

Kembali ke gerbong kereta, dari 13 orang akhwat ini, ada satu orang yang berasal dari Aceh, beliau sedang liburan di Jakarta, kuliahnya di UNSIAH dan juga kakak dari salah satu panitia, ingin jalan-jalan katanya. Setelah kurang lebih satu jam, akhirnya kami sampai di Kebun Raya Bogor, mm… udara sejuk pun tak kami sia-siakan untuk menghirupnya dalam-dalam, yah… maklum, udara sehat seperti ini sangat jarang kami dapatkan di rumah atau di kampus. Tibalah di suatu tempat yang setidaknya kondusif untuk sekelompok orang yang ingin selalu menjaga ashalah interaksi antara perempuan dan laki-laki, walaupun tidak sedikit orang yang melihat kami dengan pandangan kerutan dahi.

Acara pun dimulai, diawali dengan tilawah agar keberkahan senantiasa meliputi, seperti kebanyakan acara penutupan kepanitiaan, kami pun mengisinya dengan yang biasa dilakukan, yaitu sharing-sharing kesan dan pengalaman menarik selama kepanitiaan. Haru, senyum dan tawa mewarnai cerita-cerita dari panitia, mmh… yah begitulah ukhuwah, kata Sayyidina Umar pun salah satu kenikmatan yang tidak akan didapatkan ditempat lain selain  dalam barisan da’wah adalah kenikmatan ukhuwah, bahkan Rasul pun mengira para sahabat-sahabat berhak mendapatkan hak waris. Bersama artinya bersaudara. Bersama atinya berjuang.

Masing-masing diberi kesempatan untuk berbicara mengutarakan apa saja yang dirasakannya, termasuk akhwat yang dari Aceh itu, Mba Vani namanya, beliau ingin berbagi tentang Aceh, dan ketika beliau bercerita, banyak sesuatu yang membuat kami termangu, tidak percaya, tertipu, dan tersadar. Beliau mengatakan –dalam ingatan saya- bahwa kami sangat beruntung bisa seperti ini, berkumpul dan berjuang mensyi’arkan Islam sesuai dengan nilai-nilai Islam, masih banyak orang-orang seperti kami yang berpakaian Islami dengan baik, walaupun disini tidak diberlakukan hukum syari’ah seperti di Aceh. Walaupun di Aceh sudah diberlakukan hukum syari’ah, tetapi aturan-aturan yang sesuai dengan hukum Islam itu hanya dilaksanakan sekedar formalitas saja bahkan menjadi sebuah keterpaksaan bagi beberapa orang.

Jangan heran jika perempuan-perempuan berjilbab disana banyak berduaan dengan laki-laki bukan muhrim, diam-diam melakukan hal-hal yang maksiat ‘kumpul sapi’ (diperhalus^_^), jika ketahuan oleh polisi syari’ah, hukumannya yaitu langsung dinikahkan. Tidak sedikit yang memakai jilbab hanya sekedar formalitas saja, sekedar untuk kekantor, kekampus, setelah sampai dirumah mereka melepasnya.

Hal yang membuat kami hampir tak percaya adalah ketika ia mengatakan bahwa kami perempuan berjilbab panjang harus berhati-hati jika ke Aceh, karena disana justru perempuan-perempuan dengan jilbab panjang yang sering terlihat berbuat maksiat berkhalwat dengan laki-laki, seringnya terlihat di pantai, pantai Lo Ngah kalau tidak salah (kalau salah harap maklum). Jadi perempuan berjilbab panjang sudah dikonotasikan negatif oleh masyarakat disana (nah lho!).

Masjid sangat dimuliakan di Aceh, jika ingin memasuki masjid, wajib bagi perempuan untuk mengenakan jilbab, bahkan di Masjid Baiturrahman, masjid besar yang menjadi tempat mengungsi warga saat Tsumani, baik muslim maupun nonmuslim wajib mengenakan jilbab, jika terlihat oleh polisi syari’ah maka akan diusir dari masjid. Sama halnya jika saat adzan dan shalat tiba, jika masih ada yang berjalan-jalan disekitar masjid (tidak shalat) maka akan diminta keluar oleh polisi syari’ah.

Satu hal lagi, ternyata selama ini kami dibohongi oleh media (apa kita aja yang bodoh ya), GAM yang selama ini diberitakan sebagai sekelompok pemberontak, terlibat pembunuhan, mengancam persatuan dan sebagainya, justru menjadi sebuah pergerakan yang banyak mendapat simpati masyarakat. GAM lah yang selama ini banyak membantu masyarakat, menegakkan syari’ah Islam dengan benar, berjuang mensyi’arkan Islam di bumi Aceh. Maka tak heran mengapa pemilihan gubernur Aceh beberapa waktu lalu dimenangkan oleh orang GAM.

Peran TNI? Jangan terkejut, para tentara-tentara Indonesia disana justru sering berfoya-foya, bermain wanita, bahkan kata Mba Vani, banyak wanita Aceh yang menjadi korban pemerkosaan dan pelecehan oleh mereka. (Ooyyy… kemane aje yang katanya aktivis-aktivis..!), sibuk mikirin PILKADA kali (lho!), sampai sebuah keterbalikan fakta didalam negeri sendiri luput dari perhatian kita, walaupun jelas-jelas erat dengan Islam. Hah.. mungkin masih banyak yang luput dan kita diam saja, Poso, Ambon, Thailand, Gujarat, Palestina, Gaza, bahkan walau sudah tidak luput pun dan kita menyadari itu, kita masih juga berdalih untuk sebuah kepentingan pribadi sendiri…

Sepertinya hari sudah sore, dan langit Kota Hujan pun sudah menampakkan awan abu-abunya, sudah saatnya kami menyudahi ketermanguan.



“Lakukan segala apa yang mampu kalian amalkan.

Sesungguhnya Allah tidak jemu sampai kalian sendiri merasa jemu”

(HR. Bukhari)

  

25 Desember 2007

Bogor-Bekasi

“Duh jadi pengen gabung sama akhwat GAM!”

(kata seorang teman)

Comments

  1. sorry telat ksh comment-nya...

    usul: bagus juga nih klo pemahaman anti tentang paragraf ke-2 lebih disebarluaskan lagi...
    byr "kami-kami" bisa lebih mudah ngurusnya gitu...he...he...

    btw, ini kisah nyata kan?

    ReplyDelete
  2. paragraf ke-2...??hu...
    ya iya lah nyata...
    langsung dibawa dari Aceh gitu...

    ReplyDelete

Post a Comment